Penting

Untuk beberapa hal, saya sering melihat sesuatu dengan sangat detil, cenderung kompulsif. Misalnya saja ketika harus mengoreksi karangan, makalah atau skripsi mahasiswa. Komentar saya sering lebih banyak daripada pekerjaan mahasiswa saya itu sendiri. Membuat mahasiswa takut sebelum diuji, kata salah seorang teman. Saya pikir, mungkin ada benarnya juga. Saya sekarang sedang mencoba untuk melihat sesuatu dari esensinya saja, walaupun masih belum cukup berhasil, karena kadang saya menghabiskan waktu dan energi lebih banyak dengan memperhatikan yang detil, tetapi esensinya justru malah tidak saya dapat.  Atau  merasa harus memberikan nilai seobyektif mungkin dengan point penilaian yang jelas dan detil dengan harapan tidak ada mahasiswa yang dirugikan dan bisa bertanya pada saya bagaimana saya sampai pada  huruf mutu akhir (ugh, pekerjaan yang paling tidak saya sukai: memberi nilai).

Kebiasaan ini juga sering membuat saya kesal atau marah untuk hal-hal –yang untuk orang lain mungkin- tidak perlu. Misalnya saya bisa marah-marah pada sopir angkot yang menjalankan angkotnya dengan ugal-ugalan, atau sopir angkot yang suka seenaknya meminta ongkos lebih, tapi kurang mengembalikan uang kembaliannya. Atau marah pada orang-orang yang merokok di tempat umum yang bertanda dilarang merokok, duduk dan berdiri dekat saya pula. Atau pada petugas rumah sakit yang membiarkan pasiennya melakukan pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh petugas itu. Saya bisa marah besar untuk hal-hal tak penting seperti itu dengan akibat setelah marah-marah itu saya selalu merasa tidak nyaman dan merasa bersalah. Ngapain ya saya tadi marah-marah, selalu muncul pikiran itu.

Namun, untuk hal-hal lain saya sangat ceroboh dan pelupa. Dibilang tidak peduli juga boleh. Misalnya, bertahun-tahun ternyata saya bekerja tanpa SK dan itu baru saya ketahui belakangan. Jadi, selama ini saya ke mana? Ke Jerman, hehe. Atau saya harus membayar rekening telefon lebih karena saya salah memutar kode awal telefon murah: kode ke Indonesia saya pakai di dalam Jerman. Lebihnya bukan 1 atau 2 Euro, tapi puluhan Euro. Saya kaya dong? Ngga juga. Cuma gimana ya, salah sendiri :) Begitu pula dengan kontrak kepemilikan telefon genggam saat saya di Jerman. Karena saya tidak membaca kontrak dengan teliti, saya terpaksa memperpanjang kontrak tanpa saya inginkan (padahal saya harus pulang ke Indonesia). Atau sampai sekarang saya tidak pernah tahu dengan pasti berapa honor saya sebenarnya (baik itu saat saya mengajar di Jerman dan di Indonesia ini). Belum lagi hal-hal yang mengakibatkan saya harus mengeluarkan biaya ekstra atau uang hilang begitu saja hanya karena saya ceroboh. Kenapa bisa begitu? Saya juga tidak tahu :)

Jadi, sebenarnya saya ini teliti, ceroboh, atau….bodoh? Hehe. Bagaimana tidak, saya sering sekali  mengulang-ulang kesalahan yang sama. Kalau kata seorang teman sih saya autis. Mungkin juga :) Anyway, walaupun kejadian baru-baru ini cukup membuka mata saya, tapi sepertinya belum cukup membuka pikiran dan hati saya untuk mulai memperhatikan hal-hal yang menurut banyak orang penting (tapi untuk saya kok masih tidak terlalu penting. Tuh kan…). Cuma, iya deh, saya mau belajar untuk lebih perhatian, tidak terlalu cuek (walaupun susah, hehe) dan tidak terlalu percaya -juga ge er- bahwa semua -sistem- akan berjalan baik dengan sendirinya tanpa diusahakan. Ngga mungkin la yaw :)

Tapi memang hal yang penting untuk orang lain belum tentu penting untuk saya. Demikian juga hal yang tidak penting untuk orang lain, bisa jadi sangat penting untuk saya. Jadi, apa yang penting untuk saya? Banyak. Salah satunya internet dan laptop saya. Itu hanya dua dari sekian banyak hal-hal luar biasa penting yang saya temui dan saya kerjakan dalam hidup saya selama ini.

Jadi, pentingkah untuk menuliskan semua ini di sini? Ngga juga tuh :)


7 Gedanken zu „Penting

  1. Pingback: Sifat Buruk « Sepotong Cerita

Hinterlasse eine Antwort zu enggar Antwort abbrechen