Tulah Nietzsche

„Irgendwann sitzen wir alle in Bayreuth zusammen und begreifen gar nicht mehr, wie man es anderswo aushalten konnte.“ (Nietzsche)

Kutipan di atas pernah saya baca dalam sebuah kartu pos bergambar karikatur Nietzsche dan Wagner duduk bersama di ruang tengah Haus Wahnfried. Relasi yang „ambivalent“ di antara mereka berdua tampaknya menginspirasi gambar di kartu pos tersebut. Nietzsche pengagum berat Wagner, sekaligus juga membencinya. Relasi cinta dan benci. Namun, bukan soal cinta dan benci itu yang ingin saya tulis di sini, juga bukan tentang kekaguman Nietzsche pada Cosima Wagner, sehingga dia membuatkan puisi berjudul „Klage der Ariadne“ yang ditujukan untuk Cosima. Bukan itu semua yang ingin saya tulis, melainkan tentang Bayreuth yang disebut-sebut Nietzsche dalam kutipan di atas. „Suatu saat kita semua akan duduk bersama di Bayreuth dan sama sekali tidak sadar, bagaimana kita dapat bertahan di tempat lain.“

Tahun 1998 adalah kali pertama saya datang ke Bayreuth, kota kecil yang ada di cekungan Fichtel Gebirge dan Fränkische Schweiz. Sama seperti Bandung, Bayreuth juga „dilingkung ku gunung“. Kunjungan singkat yang tidak membawa kesan mendalam atas kota ini, karena saya lebih terkesan pada alam di sekelilingnya. Tahun 2001 saya kembali lagi, juga untuk sebuah kunjungan singkat.Kesan tentang kota ini cukup membaik. Kota kecil yang cukup membuat saya nyaman. Tahun 2003 saya kembali lagi, bukan untuk kunjungan singkat, melainkan untuk menetap untuk waktu yang saat itu rasanya saya tidak bisa pastikan berapa lama. Saya hidup di Bayreuth, seperti sudah saya sering tuliskan: dengan segala suka dukanya. Ternyata tepat tiga tahun saya hidup di kota ini. Tiga tahun rasanya cukup untuk hidup di kota yang bisa sangat sepi di akhir pekan dan hari libur. Tiga tahun rasanya cukup untuk berbahagia bersama teman-teman yang rasanya sudah seperti saudara sendiri, bahkan mungkin lebih dari saudara sendiri. Saya memutuskan pindah, ke Zürich. Namun, ternyata, karena satu dan lain hal, hampir setahun lalu saya ternyata ada lagi di Bayreuth. “Apakah tidak akan terlalu banyak rasanya 3 tahun tinggal lagi di Bayreuth?” tanya seorang penguji saat saya diwawancara untuk kepentingan pengajuan beasiswa saya. “Tidak, saya sudah kenal Bayreuth dan bagaimana hidup di sana. Saya mengenal semua sudutnya, juga orang-orangnya,” jawab saya yakin. Dan saya kena karmanya. Hidup berubah. Saya berubah. Bayreuth sedikit banyak juga berubah. Cara saya memandang dan menghayati kota ini juga berubah. Tidak mudah ternyata, bahkan terasa lebih sulit dari sebelum-sebelumnya.

Namun, bukan itu juga sebenarnya yang ingin saya tulis. Saya ingin mengomentari kutipan dari Nietzsche di atas. Kutipan itu terasa jadi semacam tulah, saat saya bertemu dengan seorang teman dari Russia di hari pertama kedatangan saya tahun lalu. Kemudian teman-teman saya saat kuliah magister dulu juga ternyata melanjutkan studinya di sini (tentu saja dengan keluhan-keluhan yang sama seperti dulu), bertemu dengan Lydia, sahabat dari Bustanu An Nuur dulu yang melanjutkan studinya di Berlin, kemudian kembali lagi ke Bayreuth mengambil kuliah ganda, lalu masih ada teman-teman lain yang sebelumnya meninggalkan Bayreuth, pindah ke kota lain, kemudian kembali lagi dan melanjutkan kuliahnya di sini. Janganlah tanya tentang professor dan beberapa dosen yang masih sama. Bayreuth berubah, tapi tak banyak juga.

Seminggu ini rasanya kutipan Nietzsche di atas tampak terbukti kebenarannya. Saya berkunjung ke rumah Kathrin, seorang sahabat saya yang lain, dan mendapat kabar darinya bahwa Sandra akan kembali lagi ke Bayreuth dan tinggal di sini. Aisha akan datang juga, suaminya memang masih di Bayreuth. Linnea pun akan berkunjung ke Bayreuth. Sebelumnya saya bertemu Khadija, yang melakukan post doc-nya di Bayreuth, lalu Amadou, yang sekarang tinggal di Kanada, kemudian Marat yang datang lagi ke Bayreuth untuk melakukan penelitian. Lalu ada Stefan yang datang untuk berlibur. Ternyata Yasmin dan Nina pun datang juga ke Bayreuth. Fatma, Hatice dan Aliye pun ternyata tinggal tak jauh dari Bayreuth dan akan berkunjung. Saya juga bertemu Sarah dan Thorsten. Kemudian tak sengaja juga saya bertemu sahabat saya Szilvia, yang langsung „mencekik“ dan mengguncang-guncangkan tubuh saya karena dia tidak menyangka saya datang lagi ke Bayreuth, sudah hampir setahun pula, tanpa mengabarinya (maaf, semua nomor hilang bersama HP saya yang hilang tepat pada hari HP itu lunas). „Jangan bilang kamu datang lagi ke sini karena MJ. Kamu bunuh diri,“ katanya. Hmm, tampaknya dia benar, saya rasanya sedang membunuh diri saya pelan-pelan.

Dan tampaknya Nietzsche juga benar, suatu saat kami semua akan berkumpul kembali di Bayreuth, tanpa menyadari, bahwa kami sudah melakukan banyak hal di luar (atau tidak melakukan banyak hal sama sekali). Berkumpul kembali bersama teman-teman lama. Bercerita tentang banyak hal. Menyenangkan.

Hinterlasse einen Kommentar