Perjalanan Jalan-jalan

Setelah hampir setahun ini setiap bulan melakukan perjalanan-perjalanan ke luar kota dan ke luar negeri (tergantung dilihat dari perspektiv mana), bulan ini saya memutuskan untuk tinggal di Bayreuth saja. Selain ada tugas yang „seharusnya“ diselesaikan, badan ternyata sudah mulai protes dan memberikan tanda untuk berhenti sejenak. Mereview perjalanan saya selama ini, belakangan ini acara jalan-jalan itu menjadi bagian dari pekerjaan. Dan saya memang tidak hanya pergi karena bekerja, tapi saya juga harus menikmatinya. Jadilah banyak orang yang mengira saya „hanya“ berjalan-jalan saja kerjaannya, padahal memang pekerjaan saya mengharuskan saya jalan-jalan dan saya menikmati jalan-jalan sebagai pekerjaan saya, hehe.

Saya senang ke gunung dan ke pantai, saya senang ke kota dan ke desa, saya senang ke museum dan ke mall, saya senang melihat arsitektur suatu kota dan tamannya, saya senang berkeliling kota tapi juga senang hanya berkunjung ke tempat sahabat dan menghabiskan waktu hanya dengan berbincang dan memasak. Namun, saya tidak tahu, apakah saya menyukai atau tidak terlalu menyukai suatu tempat karena tempatnya atau karena orang-orangnya atau karena apa yang ada di tempat itu. Kadang-kadang saya bisa jatuh cinta pada suatu tempat pada pandangan pertama dan terus menyukainya, tetapi ada juga tempat yang baru saya sukai setelah beberapa kali kunjungan.

Ciwidey, Malang, Balikpapan, tempat-tempat di Bali Tengah dan Utara, Bonn, Hamburg, Kassel (dan sekitarnya),  Dresden, Paris, Wina, Praha, Venesia, Verona, Vaduz, Zürich adalah beberapa tempat yang membuat saya jatuh cinta pada kali pertama saya mengunjunginya dan sangat berkesan, sampai saya kemudian selalu merasa ingin mengunjunginya lagi. Saya misalnya baru menyukai dan jatuh cinta pada Yogyakarta dan Solo setelah kunjungan kedua dan Berlin setelah kunjungan ke empat. Atau Köln, walaupun saya pernah tinggal cukup lama di sana, saya baru bisa menyukai kota itu setelah saya tidak tinggal lagi di sana. Ada tempat-tempat yang kata orang indah untuk saya biasa-biasa saja. Ada juga tempat yang tidak pernah bisa saya sukai.  Namun, masalah suka atau tidak suka, indah tidak indah, menyenangkan atau tidak menyenangkan memang relatif.

Saya menyukai alam yang indah dan udara yang sejuk segar di Ciwidey. Malang juga saya sukai karena kotanya indah dan tenang, kulinernya enak, orang-orangnya menyenangkan. Kunjungan kedua ke Malang dan lebih mengeksplorasi Malang membuat saya semakin jatuh cinta pada kota ini, walaupun kedua kunjungan ke Malang itu dalam rangka bekerja. Saya rasa saya bisa tinggal di kota ini. Balikpapan adalah kota yang saya kunjungi dalam rangka liburan. Indah. Saya menyukai bukit dan lautnya. Tentu udang dan ikan lautnya yang segar. Daerah Bali Tengah dan Utara dengan bukit, sawah, hutan, pantai dan lautnya membuat saya terpikat. Belum lagi orang-orang dan adat istiadatnya membuat saya merasa perlu datang dan datang lagi. Bonn, kota kecil yang tenang tapi semua ada. Mungkin juga menjadi indah karena banyak sahabat saya tinggal di sana. Saya betah tinggal di kota ini. Selain itu, banyak juga museum yang bisa dikunjungi: gratis tapi menarik dan interaktif.  Hamburg, tidak bisa saya jelaskan mengapa saya sangat menyukai kota ini. Pertama kali menjejakkan kaki di Hamburg Hauptbahnhof 13 tahun lalu saya langsung jatuh cinta.Binnenalster, Jungfernstieg, Hafen, Fischmarkt, bagian-bagian kotanya, membuat saya datang lagi dan datang lagi. Kassel, mungkin awalnya saya sukai karena sahabat saya berasal dari sini. Jalan-jalan di Fußgängerzone-nya kemudian ke Herkules membuat saya jatuh cinta pada kota ini (walaupun hampir setiap 100 m ada lampu merah, hehe). Dresden. Ini kota yang sangat klasik, padahal saat saya ke sana sedang banyak pembangunan, tapi bangunan-bangunan tua kota ini indah betul. Saya menikmati betul suasananya. Praha terkenal karena keindahannya dan memang. Lorong-lorongnya yang khas, gang-gangnya, jembatan, kastil, barang-barangnya: indah. Saya paling terkesan pada eskalator di salah satu stasiun bawah tanah kota ini: tinggi sekali. Karena saya takut ketinggian, saya sampai tidak jadi naik kereta bawah tanah di stasiun ini dan lebih memilih memutar naik bis di atas tanah.  Paris, tak usah banyak kata. Kota ini memang indah dan menarik. Dua kali datang ke sana, saya tidak akan menolak jika saya harus datang lagi ke sana. Seperti juga kesan saya tentang Wina: kota yang klasik dan romantis. Venesia: saya jatuh cinta pada kanal-kanalnya, pada gang-gang sempitnya, pada suasananya yang entah bagaimana begitu membuat saya terkesan dan betah. Verona, kota kecil yang romantis menurut saya. Cukup bersih dibandingkan dengan kota-kota lain di Italia. Vaduz, pemandangannya indah. Zürich: saya menyukai bagian kota tuanya dan sungai yang membelah kotanya. Berlin, ini menarik karena baru pada kali keempat kunjungan saya ke sini saya merasa jatuh cinta. Kunjungan pertama juga 13 tahun lalu, saya justru merasa agak terancam di Berlin karena dikelilingi sekelompok pria yang menyeramkan di stasiun bawah tanah.Kali pertama saya mengunjungi daerah Kudamm, Wilhelms Gedächtnis Kirche, Alexanderplatz, Brandenburgertor dan Siegessäule. Kali ke dua, di tahun berikutnya saya ke daerah Brandenburgertor dan Unter der Linden. Kali ketiga 6 tahun lalu menyusuri lagi Bundestag, Brandenburgertor, Unter den Linden, Potsdamerplatz, Museum Insel sampai ke Alexanderplatz. Berikutnya dua minggu lalu, saya mengunjungi bagian Berlin yang lain: Kreuzberg dan sisi timur kota ini. Mungkin karena kunjungan kemarin lebih banyak museum yang saya kunjungi dan melihat sisi kehidupan Berlin yang lain saya jadi jatuh cinta pada kota ini. Saya suka Admiralbrücke, sebuah jembatan kecil tempat kumpul anak-anak muda Berlin, mereka duduk duduk main musik, atau hanya sekedar menikmati malam. Saya menyukai U-Bahn dan Straßenbahn-nya dengan pemusik-pemusik jalanannya.  Saya menyukai konser-konser gratis yang diadakan di kampus atau cafe-cafe, namun tetap dilakukan serius. Duduk menikmati sebuah konser jazz bersama dua sahabat beberapa waktu lalu di salah satu cafe milik Humboldt Universität di Berlin membuat saya tidak ingin pulang. Saya merasa, walaupun Berlin ibukota, tapi masih tetap „manusiawi“, tidak seramai dan sehiruk pikuk Jakarta.

Yogyakarta, selalu membuat saya ingin „pulang ke kotamu“. Yogya menarik-narik saya sedemikian rupa, dan ini baru saya rasakan pada kali ke dua kunjungan saya. Saya suka jalan-jalannya, saya suka suasananya, saya suka orang-orangnya. Rasanya Yogya ini adalah kota yang selalu saya kunjungi tiap tahun. Demikian juga Solo, kota yang sempat saya tolak sekian lama. Ternyata baru pada kunjungan tahun 2008 lalu saya jatuh cinta pada kota ini. Pada „alon-alon“nya kota ini. Hidup rasanya mundur beberapa saat ini sini.

Bagaimana dengan Bandung dan Bayreuth? Kedua kota ini tidak seindah Paris dan Dresden, tidak seromantis Wina dan tidak seunik Venesia, tidak seperti Yogya dan Berlin (walaupun Yogya dan Berlin hampir mirip Bandung dari sisi kreatifitas dan suasana budayanya). Namun, di kedua kota ini saya hidup, tidak hanya berkunjung dan tinggal. Hidup berarti lengkap dengan suka dukanya, senang sedihnya, tawa tangisnya, naik turunnya, juga cinta dan bencinya. Kedua kota ini menarik-narik saya untuk kembali dan juga untuk pergi. Ada saatnya betah tinggal di kedua kota itu, ada saatnya tidak betah dan ingin pergi. Di kedua kota ini saya sekolah,  bekerja dan beristirahat. Di kedua kota ini saya punya keluarga dan teman yang mencintai dan menerima saya, begitu juga saya yang mencintai dan menerima mereka. Kedua kota ini adalah rumah untuk saya.

Saya penyuka perjalanan, dan ada beberapa mimpi perjalanan saya yang masih belum terwujud. Saya ingin ke Irlandia, Skandinavia, Transylvania, Moskow, St. Petersburg, Zagreb, Yunani, Mesir, Kenya, Cina Selatan, berkeliling Asia Tenggara. Yang terbesar adalah keinginan ke Mekkah dan berkeliling Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Bermimpi dulu. Suatu saat pasti bisa diwujudkan. Karena saya juga tidak pernah menyangka bahwa saya bisa mendapat kesempatan untuk mengunjungi tempat-tempat yang dulu hanya bisa saya impikan, atau saya lihat di televise atau saya baca di buku. Kita tidak pernah tahu.

11 Gedanken zu „Perjalanan Jalan-jalan

  1. seru deh perjalanan bu dian….ingin juga bisa jalan-jalan keliling indonesia dan bisa menjejakan kaki di setiap benua di seluruh dunia :) was..wes..wos..was..wes *berdoa semoga terkabul* :) keep writing ya bu dian, saya pengikut setia blog bu dian ;)

  2. Wow!!
    Jadi pingin >,<
    what kind of very very interesting job??
    Jangan2 dubes ya? Jeje
    Oya, benarkah di Dresden adalah tempat (maaf) politik sayap-kanan atau apalah namanya?
    Bagaimana kehidupan imigran brhadapan dengan kelompok itu?
    (banyak tanya ^^)

    • hehehe, dah tahu kan kalau saya bukan dubes? :) ngga juga. di dresden biasa saja. dulu mungkin iya. masalah dengan imigran ada saja. namanya juga hidup. kapan-kapan lah saya tulis tentang ini. dengan catatan kalau ngga malas, hehehe

  3. Hehe :)
    Wah, asiikk! Terimakasih ya bu ..
    Oya bu, bolehkah saya tanya?
    Beasiswa dari DAAD itu dapetnya kalau sudah di sana ya?
    Saya pernah dengar kalau masih di Indonesia sangat sulit, jadi mau nggak mau hrs bayar untuk satu semester dulu :(
    Dan apa harus dosen?

Hinterlasse eine Antwort zu Dian Antwort abbrechen