Das JugendJazzOrchester NRW in Concert

Karena tadinya merasa tidak akan bisa menonton konser jazz ini, undangan dari Goethe Institut, yang rutin saya terima, saya abaikan saja. Ternyata saya bisa (dari waktu dan kondisi tubuh), dan berencana nonton. Tapi…. tiketnya habis! Dan karena kemarin adalah jadwal mengajar saya di ITB, sampai jam 18 pula, dan masih merasa penasaran apakah benar tiketnya habis dan ternyata kalau sudah rejeki memang tak akan kemana, tak terduga saya dapat tiket dari Shita. Gratis! Tadinya dia membelikan tiket itu untuk temannya, tapi ternyata temannya itu tidak bisa datang. Nah, tinggal Lia yang belum dapat. Masa kami hanya nonton berdua. Lia mau dikemanakan? Tiket yang disebar sekitar 700 lembar memang habis total. Tapi –sekali lagi- rejeki memang tak akan kemana. Sambil menunggu pesanan makanan, kami ngobrol di depan Aula Barat ITB dan lewat Ibu Wulan membawa tiket. Tadinya tiket itu untuk temannya, tapi ternyata temannya juga tidak bisa datang. Akhirnya tiket jatuh ke tangan Lia. Jadi deh kami bertiga nonton konser Das JugendJazzOrchester (JJO NRW).

Konser dimulai tepat jam 19.30 seperti tertera di undangan, poster dll-nya. Aula Barat ITB tempat pelaksanaan konser ini sudah penuh terisi, saat kami masuk. Kami masuk agak terlambat karena makan dulu. Diawali oleh konser pembuka dari Salamander Jazz Big Band yang memainkan komposisi Down Basie Street dari David Wolpe, Softly From My Window dari Quincy Jones dan All of Me dari Beyers. Salamander bermain cukup bagus, walaupun untuk saya agak terlalu lambat.

Jam 20 tepat serombongan anak muda dari Das JugendJazzOrchester NRW naik ke panggung menempati sesi tiup di sebelah kanan panggung, satu drum, satu bass akustik, satu gitar dan satu piano di sebelah kiri panggung. Usia mereka sekitar 20 tahunan. Sekitar 16 pemain bersiap-siap sejenak dan sesi tiup „menggebrak“ dengan komposisi pertama Black Nile dari Wayne Shorter. Dilanjutkan dengan nomor-nomor manis Monk Bunk and Vice Versa dan Canon, keduanya dari Charles Mingus, dengan dua vokalis perempuan bersuara bening. Keduanya juga menyanyikan Bye Bye Blackbird yang berayun-ayun di akhir 1st Set ini. Di 1st Set ini juga ditampilkan Cantaloupe Island dari Herbie Hancock yang sudah dikenal luas dengan hentakan-hentakan manis. Di setiap komposisi selalu ada penampilan solo saxophon, trombone, trompet, juga bass akustik. Permainan yang indah dan kompak membuat penonton puas dan langsung memberikan apresiasinya dengan aplaus panjang juga usai penampilan solo.

2nd Set diawali dengan dua komposisi dari Marko Lackner: Morello dan Hurtig. Komposisi yang tidak hanya didominasi sesi tiup, tapi juga ditingkahi permainan piano dan bass elektrik yang cukup dominan. Berikutnya adalah Black Power dari Duke Ellington yang cukup lambat. 2nd Set ini sedianya diakhiri dengan alunan suara bening dua vokalis dalam Goodbye Porkpie Hat masih dari Charles Mingus. Dalam komposisi ini mereka memberi tampilan istimewa. Dua orang saxophonist turun dari panggung dan lari ke belakang penonton. Dari sana kemudian terdengar samar-samar alunan saxophon yang semakin lama semakin mendekati panggung. Akustik Aula Barat ITB mendukung aksi ini sehingga suasana menjadi sangat romantis. Apalagi dipadu dengan suara-suara bening dua vokalis di atas panggung.

Tentu saja penonton yang memenuhi Aula Barat belum puas. Standing ovation diberikan seraya meminta konser dilanjutkan. Yang tampil adalah kejutan. Mereka memainkan komposisi lagu rakyat Maluku: Goro-gorone. Indah dan sangat ekspresif! Dua vokalis itupun dengan fasih melafalkan lirik lagu tersebut. Konser akhirnya ditutup dengan komposisi yang menghentak dari Bruce Willis (iya! Bruce Willis si ”Die Hard” itu :)). Pep Talk yang lebih Rock n Roll itu menghentak Aula Barat. Apalagi ketika semua pemain musik, vokalis dan conductornya turun panggung, sehingga yang tinggal hanya drummer yang memainkan solo drum yang menghentak-hentak, dinamis dan ekspresif. Hey, saya memang selalu suka drum dan bass. Jadi aksi ini benar-benar membuat saya ikut ”menghentak-hentak”.

Aplaus panjang diberikan. Semua puas dengan permainan para anak muda dari NordrheinWestfalen ini. Penampilan orkestra jazz yang didirikan pada tahun 1975 dengan dukungan penuh dari Johannes Rau (mantan presiden Jerman) dan pemerintah negara bagian Nordrhein Westfalen ini memang luar biasa. Tujuan awal dibentuknya JJO NRW ini adalah untuk mendukung dan mengembangkan bakat dan minat anak muda, tidak hanya di NRW, tetapi juga dari seluruh dunia (salah seorang pemain saxophon berasal dari Siberia), pada musik jazz. Sampai saat ini, JJO NRW menjadi duta budaya dan pemuda NRW di luar negeri. Mereka sudah bermain di Belarus, Russia, Turki, India, Cina, Korea, beberapa negara di Afrika, Amerika Utara dan Tengah, Kepulauan Karibik, Australia, Selandia Baru dan di bulan April ini selain berkunjung ke Jakarta dan Bandung, mereka juga mengadakan konser di Malaysia dan Singapura. Sampai saat ini sudah sekitar 500 pemuda yang terlibat dalam orkestra ini. Sepertiga diantaranya sekarang menjadi pemusik jazz profesional yang diperhitungkan. 

Repertoire dari JJO NRW tidak hanya melulu ”berkutat” dengan repertoire jazz tradisional, mereka terbuka pula pada jazz kontemporer. Itu terlihat dari pentas kemarin malam. Komposisi yang dimainkan sangat variatif, walaupun kebanyakan memang sudah diaransemen ulang oleh mereka sendiri. Namun, tetap, satu kata yang cocok ditujukan untuk mereka: toll!

Ya, memang, kalau rejeki memang tidak akan pernah lari ke mana :)

 

Cat.: Karena tidak berencana nonton, saya tidak bawa kamera. Karena terlalu asyik menikmati, saya memang jadi malas membuat foto. Lia-lah yang berbaik hati mengambil foto. Dan saya menunggu kiriman fotonya. Jadi, foto menyusul :)

Ein Gedanke zu „Das JugendJazzOrchester NRW in Concert

Hinterlasse eine Antwort zu nh18 Antwort abbrechen